Senin, 17 Maret 2008
Cuci Mata
Bandar Udara Fatmawati Kota Bengkulu
Bandar Udara Fatmawati merupakan pintu gerbang pariwisata Bengkulu, untuk saat ini operator pesawat melayani penerbangan, dengan tujuan :
Bengkulu - Palembang
Operator pesawat di Bengkulu :
Lion Air
Batavia Air
Sriwijaya Air
Adam Air
Riau Airlines
mudah-mudahan nanti akan ada pesawat langsung ke Aceh, Medan, Pekan Baru, Pangkal Pinang Bangka, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Samarinda, Banjarmasin, Palangkaraya, Pontianak, Gorontalo, Manado, Ujung Pandang, Ambon, Jayapura, Manokwari dan ke seluruh kota-kota besar di Indonesia, karena aktifitas dan perekononomian rakyat Bengkulu telah semakin meningkat dan animo masyarakat untuk menggunakan moda angkutan udara semakin meningkat
Provinsi Bengkulu

Nama Bengkulu diambil dari kisah perang melawan orang Aceh yang datang hendak melamar Putri Gading Cempaka, yaitu Soak Ratu Agung Raja Sungai Serut Akan tetapi lamaran tersebut ditolak sehingga menimbulkan perang. Suku Soak Dalam, adalah saudara kandung Putri Gading Cempaka yang menggantikan Raja Sungai Serut, saat terjadi peperangan berteriak “Empang ka Hulu-Empang ka hulu”: yang art
inya hadang mereka (orang Aceh) jangan biarkan mereka menginjakkkan kakinya ditanah kita . Dari kata tersebut lahirlah kata Bangkahulu atau Bengkulu, bangsa Inggris menyebutkannya dengan Bencoolen.

Wilayah Bengkulu telah didiami penduduk sejak zaman prasejarah, hal ini ditunjukan dengan ditemukannya prasasti dibagian utara Bengkulu, yaitu bangunan megalitik type dongson dibagian selatan Bengkulu.
Dalam sejarah Bengkulu terdapat kerajaan-kerajaan kecil yaitu : Selebar, Sungai Serut, Empat Petulai, Indra Pura dan beberapa kerajaan lainnya.
Kerajaan Selebar merupakan salah satu kerajaan di Bengkulu yang telah melakukan perdagangan ke luar negeri yang ditandai adanya perjanjian dengan Perusahaan Hindia Timur Inggris pada tanggal 12 Juli 1685. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Raja Selebar memberikan hak kepada Inggris untuk membangun gudang dan benteng, hal ini merupakan salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Selebar.
Pada tahun 1712 Yoseph Collet diangkat menjadi Deputi Gubernur, ia meminta izin untuk menggantikan benteng York dan membangun sebuah benteng baru diatas karang, sebuah bukit kecil yang menghadap ke laut sekitar 2 Km dari benteng York. Pada tahun 1714 dimulailah pembangunannya dan selesai pada tahun 1718. Yoseph Colet menyebutnya benteng "Malborough" yang merupakan Duke Of Malborough pertama yang diangkat menjadi pahlawan nasional setelah ia memenangkan sejumlah pertempuran melawan Perancis dan musuh-musuh lainnya.
Pada masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles tahun 1818 – 1824 Bengkulu menjadi terkenal.
Pada Tahun 1825 Inggris yang menguasai Bengkulu melakukan tukar menukar dengan Belanda yang menguasai Malaysia dan Singapura. Belanda selanjutnya menempati benteng Malborough sampai perang dunia II yang pada akhirnya semua wilayah Sumatera diduduki tentara Jepang sampai Jepang menyerah kalah pada tahun 1945. Setelah kemerdekaan RI tahun 1945 benteng tersebut digunakan oleh TNI dan polisi sampai tahun 1970. Setelah kemerdekaan RI Bengkulu merupakan salah satu Keresidenan di Provinsi Sumatera Selatan, baru pada tahun 1968 Bengkulu terwujud menjadi Provinsi yang berdiri sendiri dan lepas dari Provinsi Sumatera Selatan.
Kain bersurek, merupakan kain bertuliskan huruf Arab gundul.
Kepercayaan, pada umumnya masyarakat di Provinsi Bengkulu 95 % lebih menganut agama Islam.
Upacara Adat, banyak dilakukan masyarakat di Provinsi Bengkulu seperti, sunatan rasul, upacara adat perkawinan, upacara mencukur rambut anak yang baru lahir.
Upacara Adat
Salah satu upacara tradisional di Kota Bengkulu adalah upacara “TABOT" yaitu suatu perayaan tradisional yang dilaksanakan dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam setiap tahunnya untuk memperingati gugurnya Hasan dan Husen cucu Nabi Muhammad SAW oleh keluarga Yalid dari kaum Syiah, dalam perperangan di Karbala pada tahun 61 Hijriah.
Pada perayaan TABOT tersebut dilaksanakan berbagai pameran serta lomba ikan-ikan, telong-telong serta kesenian lainnya yang diikuti oleh kelompok-kelompok kesenian yang ada di Provinsi Bengkulu sehingga menjadikan ajang hiburan rakyat dan menjadi salah satu kalender wisata tahunan.
Falsafah hidup masyarakat setempat
Sekundang setungguan
Seio Sekato.
Bagi masyarakat Bengkulu pembuatan kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama yang sering kita dengar dengan bahasa pantun yaitu :
Kebukit Samo Mendaki, Kelurah Samo Menurun, Yang Berat Samo dipikul, Yang Ringan Samo Dijinjing, artinya dalam membangun, pekerjaan seberat apapun jika sama-sama dikerjakan akan terasa ringan juga.
Bulek Air Kek Pembuluh, Bulek Kata Rek Sepakat, artinya bersatunya air dengan bambu, bersatunya pendapat dengan musyawarah.


==Arti Tabot==
Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang [[Karbala]].
Istilah Tabot berasal dari kata Arab ''Tabut'' yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti".
Dalam [[al-Quran]] kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab [[Taurat]].
[[Bani Israil]] di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.
==Masuk ke Bengkulu==
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham [[Syi'ah]] ini dibawa oleh para tukang yang membangun [[Benteng Marlborought]] (1718-1719) di [[Bengkulu]]. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh [[Inggris]] dari [[Madras]] dan [[Bengali]] di bagian selatan [[India]] yang kebetulan merupakan penganut [[Islam]] [[Syi‘ah]].
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut ''Berkas'', sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang ''Sipai''.
Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan ''upacara Tabot''. Upacara Tabot ini semakin meluas dari [[Bengkulu]] ke [[Painan]], [[Padang]], [[Pariaman]], [[Maninjau]], [[Pidie]], [[Banda Aceh]], [[Meuleboh]] dan [[Singkil]]. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama ''Tabot'' dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan ''Tabuik''. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang [[Sipai]] dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di [[Bengkulu]], misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di [[Pariaman]] hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu ''Tabuik Subarang'' dan ''Tabuik Pasa''. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam [[Karbela]] yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai ''Tabot pembangunan'' (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).
==Peralatan-Peralatan upacara Tabot==
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus dipersiapkan, diantaranya adalah:
* '''Pembuatan Tabot'''
Kelengkapan alat untuk membuat Tabot antara lain: [[bambu]], [[rotan]], kertas karton, kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter, lampu hias, [[bunga]] kertas, bunga plastik dan lain sebagainya. Jika dilihat dari banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabot sekitar 5-15 Juta rupiah.
* Kenduri dan Sesaji
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: [[beras]] ketan, [[pisang]] emas, [[tebu]], [[jahe]], dadeh, [[gula]] aren, gula pasir, [[kelapa]], [[ayam]], daging, bumbu masak, [[kemenyan]] dan lain-lain.
* '''Perlengkapan Musik Tabot'''
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabot adalah ''dol'' dan ''tessa''. Dol terbuat dari [[kayu]] tengahnya dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit [[lembu]]. Dol berbentuk seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara dipukul-pukul. Sedangkan Tessa berbentuk seperti [[rebana]], terbuat dari [[tembaga]], [[besi]] plat atau [[alumunium]], dan juga bisa dari kuali yang permukaannya ditutup degan kulit kambing yang telah dikeringkan.
* '''Kelengkapan lainnya'''
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot adalah: [[Bendera]] merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera panji-panji berwarna [[hijau]] atau [[biru]] yang ukurannnya lebih besar dari bendera merah-putih, bendera [[putih]] yang ukurannnya sama dengan panil (beserta tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung, duplikat [[pedang zufikar]] (pedang [[Rasulullah]]) dengan ukuran mini.
==Tata Laksana==
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut:
* '''Mengambik tanah (mengambil tanah)'''
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap keramat yaitu di ''Keramat Tapak Padri'' yang terletak di tepi laut tidak jauh dari [[Benteng Marlborough]] di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu dan ''Keramat Anggut'' yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat [[Tugu Hamilton]], tidak jauh dari [[Pantai Nala]]. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal [[1]] [[Muharam]], sekitar pukul 22.00 WIB.
Tanah yang diambil disimpan di ''Gerga'' (pusat kegiatan/markas kelompok Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan putih, lalu diletakkan di ''Gerga''. ''Gerga'' tertua di Bengkulu hanya ada dua, yaitu ''Gerga Berkas'' dan ''Gerga Bangsal''. Keduanya telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen.
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: [[bubur]] merah dan bubur putih, [[gula]] merah, sirih 7 subang, [[rokok]] nipah 7 batang, [[kopi]] pahit 1 cangkir, [[air]] serbat 1 cangkir, dadih ([[susu]] sapi murni yang mentah) 1 cangkir, air [[cendana]] 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
* '''Duduk Penja (mencuci jari-jari)'''
''Penja'' adalah benda yang terbuat dari [[kuningan]], [[perak]] atau [[tembaga]] yang berbentuk [[telapak tangan]] manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut keluarga ''Sipai'', ''Penja'' adalah benda keramat yang mengandung unsur magis. Ia harus dicuci dengan air [[limau]] setiap tahunnya. Upacara mencuci penja ini disebut ''duduk Penja'', yang dilaksanakan pada tanggal [[5]] [[Muharram]] sekitar pukul 16.00 WIB.
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air [[limau]] nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri: [[nasi kebuli]] 1 porsi, [[emping]] beras 1 piring, [[pisang]] emas 1 sisir, tebung 1 potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.
* '''Menjara (mengandun)'''
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji/bertanding ''dol'', sejenis [[beduk]] yang terbuat dari kayu yang dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal [[6]] dan [[7]] [[Muharram]] mulai pukul 20.00 atau 23.00 WIB. Pada tanggal 6 Muharram, kelompok Tobat Bangsal mendatangi kelompok Tobat Barkas sedangkan pada tanggal 7 Muharram kelompok Tobat Barkas mendatangi kelompok Tobat Bangsal. Kegiatan ini berlansung dihalaman terbuka yang disediakan oleh masing-masing kelompok.
* '''Meradai (mengumpulkan dana)'''
Meradai adalah pengambilan dana oleh ''Jola'' (bahasa Melayu artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri dari anak-anak berusia 10-12 tahun.
Acara ini dilakukan pada siang hari tanggal [[6]] [[Muharram]] antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot.
Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: [[bendera]] panji, [[tombak]] bermata ganda, [[tas]] atau ''kambut'', [[karung]] [[gandum]], dan ''tessa''.
* '''Arak Penja (mengarak jari-jari)'''
Arak Penja atau arak jari-jari merupakan acara mengarak jari-jari yang diletakkan di dalam Tabot dengan di jalan-jalan utama di kota [[Bengkulu]]. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan [[Muharram]], yaitu sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan sesajen adalah: nasi kebuli 1 porsi, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah, lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk).
* '''Arak Seroban (mengarak Sorban)'''
Arak Serban merupakan acara mengarak ''Penja'' ditambah dengan ''Serban'' (Sorban) putih dan diletakkan pada ''Tabot Coki'' (Tabot Kecil). Tabot Coki ini dilengkapi dengan bendera/panji-panji berwarna [[putih]] dan [[hijau]] atau [[biru]] yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan pada malam ke-9 Muharram sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.
Sebagai mana namanya, maka peralatan yang dibutuhkan dalam acara ini adalah Tabot dan seroban. Selain itu, juga dibutuhkan kain khusus dan ''Tabot Coki'' (kursi kerajaan/tahta)
* '''Gam (tenang / berkabung)'''
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum” yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk membunyikan ''dol'' dan ''tassa'' tidak boleh dilakukan. Jadi masa gam dapat juga disebut masa tenang.
* '''Arak Gedang (taptu akbar)'''
Pada [[9]] [[Muharram]] malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual pelepasan Tabot Besanding di ''gerga'' (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang (pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot, grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di [[lapangan Merdeka Bengkulu]] (Sekarang: [[Lapangan Tugu Propinsi]]). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal disandingkan, karenanya acara ini dinamakan ''Tabot Besanding''.
Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah gerobak. [[Gerobak]] ini digunakan untuk mengangkut Tabot ke tempat Tabot dikumpulkan.
* '''Tabot Tebuang (Tabot terbuang)'''
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang diadakan pada tanggal [[10]] [[Muharram]]. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut. Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara Tabot dimaksud.
==Doa-doa==
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
* Doa kubur
* Doa mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia
* Bacaan ''tasbih''
* Sholawat ''ulul ‘azmi''
* Sholawat ''Wasilah'' dan lainnya
==Nilai-Nilai==
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot, yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral) dalam upacara Tabot diantaranya adalah: ''satu'', proses ''mengambik tanah'' mengingatkan manusia akan asal penciptaannya. ''Kedua'', terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam [[akidah]], seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam prosesi ''mengambik tanah'', namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai [[budaya]] lokal. Dan ''ketiga'', pelaksanaan upacara Tabot merupakan perayaan untuk menyambutan [[tahun baru Islam]].
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai [[manifestasi]] kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu [[Nabi Muhammad SAW]] yakni [[Husein bin Abi Thalib]] yang terbunuh di Padang [[Karbela]] dan juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga [[Bani Umayyah]] pada umumnya dan khususnya pada [[Yazid bin Muawiyah]], [[Khalifah Bani Umayyah]] yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur [[‘Ubaidillah bin Ziyad]] yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘AlĂ® beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain: mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya. Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.
==Sumber==
Referensi:
* Bambang Indarto, Ritual Budaya Tabot Sebagai Mdia Penyiaran Dakwah Islam di Bengkulu, Skripsi Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006
* Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Depdikbud, “Upacara Tabot: Upacara Tradisional Daerah Bengkulu di Kotamadya Bengkulu”, 1991/

* Kompas, “Dan, Tabot Sakral Itu Pun Patah...”
* Harian Rakyat Bengkulu, “Tugu Tabot Tak Boleh Dibongkar!”
* melayuonline.com
Langganan:
Postingan (Atom)